Isu Eskploitasi Ekonomi Anak dalam Dunia Pendidikan

AKUAT SUPRIYANTO, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran Bandung.
Nilai objek yang hasilkan oleh para alumni selama “praktik kerja” itu harus benar-benar dapat dirinci supaya klaimnya “material”. Dalam teori nilai dijelaskan, nilai suatu objek merupakan fungsi dari kerja yang dibutuhkan untuk memproduksinya.
Namun, meskipun nilai objek dapat dikontribusikan oleh sumbangan dari siapapun (misalnya nilai penjualan kripik juga dikontribusikan oleh mereka yang memberikan modal, mengonsep ide, memotivasi penjualnya), para pengusung Marxisme menganggap tenaga kerja manusia lebih vital dari yang lain.
Karena itu, kerap muncul klaim bahwa mereka “yang lebih berkeringat” harus mendapatkan bagian yang lebih. Di situlah, klaim berapa bagian yang mustinya didapatkan oleh para siswa seyogyanya dapat diverifikasi. Bicara mengenai eksploitasi ekonomi, semestinya juga disertai pembuktian kuantitatif tentang berapa nilai yang diklaim “dihisap” oleh pihak tertuduh.
Lebih lanjut, dalam tuduhan eksplotasi ekonomi, hal yang juga patut dipastikan adalah apakah ada kondisi sistemik yang bisa dibuktikan? Dalam pemahaman pengusung Marxisme, eksploitasi adalah metode “perampokan” nilai yang diciptakan kaum pekerja oleh kaum kapitalis.
Eksploitasi bukan saja dianggap terjadi secara objektif atau niscaya dalam masyarakat industri tetapi juga bersifat impersonal atau imparsial. Artinya, jika terjadi eksploitasi ekonomi, semua orang yang mendapat perlakukan tersebut seharusnya bersama-sama pula merasakan eksploitasi itu: tidak mungkin ada sebagian yang merasa dieksploitasi tetapi sebagian lain justru berterima kasih atas apa yang mereka alami.
Dalam konteks kasus yang dituduhkan kepada SMA SPI, pertanyaannya kemudian adalah apakah semua siswa dari setiap kelas atau semua angkatan itu memiliki pengalaman yang sama bahwa telah dieksploitasi? Atau, adakah siswa-siswa yang justru merasakan yang berbeda; bahwa “praktik kerja” menjual keripik itu bukan eksploitasi tetapi malah bermanfaat karena membangun kecakapan hidup dan berguna setelah mereka lulus?
Jika beberapa pertanyaan-pertanyaan di atas dapat dijawab, maka pertanyaan terakhir apakah pihak tertuduh memang benar-benar “kaum kapitalis” penghisap hasil kerja keras murid, baru layak untuk dikemukakan.
Read more info "Isu Eskploitasi Ekonomi Anak dalam Dunia Pendidikan " on the next page :
Editor :Puspita