"Bersikap Adil Kepada SPI" Oleh Fajar Shodiq

Fajar Shodiq, (Istimewa).
Kedatangan beliau tentu mengundang pertanyaan, apa konteks keterlibatannya dalam kasus itu? Sebab, dalam ormas keagamaan tersebut, ia mengemban jabatan sebagai pengurus bidang budaya dan kesejahteraan rakyat (yang seharusnya lebih lekat dengan isu pengentasan kemiskinan). Lagi pula, urusan pendidikan dan bantuan hukum dalam ormas tersebut sudah ada orang lain yang mengurusinya.
Jika urusan beliau adalah soal kebudayaan dan kesejahteraan rakyat, maka seharusnya kunjungan beliau ke Malang dan Batu lebih diprioritaskan untuk meninjau SMA SPI, mengingat SPI sesungguhnya merupakan perpaduan visi untuk melestarikan kemajemukan Indonesia, mengasah kreativitas budaya, merajut elemen-elemen nusantara, dan memuliakan kaum mustadh’afin.
Semua siswa yang bersekolah di SPI tidak dipungut biaya alias gratis. Mereka adalah yatim piatu yang diseleksi dari seluruh wilayah Indonesia. Ada representasi dari seluruh provinsi di tanah air.
Murid-murid diajari bertoleransi dan bertenggang rasa dalam persatuan yang kokoh, dengan tetap mendalami ajaran agama masing-masing. Terdapat lima tempat ibadah dari berbagai agama, dimana mushollanya juga memiliki aktivitas sholawatan sehabis shalat berjamaah.
Saya yakin banyak yang tidak tahu jika SMA SPI sejak awal berdirinya sekitar satu setengah dekade lalu dipimpin oleh pasangan Kepala Sekolah dan Kepala Asrama SPI yang merupakan kader asli Nahdlatul Ulama dan warga majelis dzikrul ghofilin.
Walau telah bekerja di SPI, dua eks aktivis PMII sebuah kampus perguruan tinggi negeri di Malang itu hingga kini pun masih ngopeni pendidikan keagamaan level grass root di lingkungan tempat tinggal mereka. Keduanya mengelola sebuah Madrasah Tsanawiyah yang bernaung di bawah Lembaga Pendidikan Ma’arif NU.
“Penghakiman” kepada SMA SPI lewat tuduhan bahwa ratusan murid menjadi korban pelecehan seksual tanpa disertai pembuktian hukum, tentu melukai bukan hanya murid, tetapi para para pendidik yang selama ini telah berkhidmat secara ikhlas di sekolah tersebut.
Sayangnya, narasi tak bertanggungjawab yang dibawakan oleh para “perusak” itu telah berhasil mempengaruhi sebagian media mainstream dan publik termasuk sebagian warga nahdliyyin Malang Raya.
Media seolah abai untuk menampilkan versi pembanding yang adil dari berbagi kisah-kiah “horor” seputar SPI dari sumber-sumber internal sekolah. Keberadaan Kepala Sekolah dan Kepala Asrama SPI yang akrab dengan langgam pemikiran Gus Dur dan sejak awal berdirinya sekolah mendidik anak-anak sesuai dengan nilai-nilai Islam moderat dan wawasan kebangsaan, seolah tak pernah dianggap ada di sana.
Read more info ""Bersikap Adil Kepada SPI" Oleh Fajar Shodiq" on the next page :
Editor :Puspita