Launching Program Kerja MCW 2023-2025

MALANGRAYANEWS | MALANG - Setelah lebih dari 24 tahun reformasi, agenda pemberantasan korupsi di Indonesia justru tidak menunjukan tanda-tanda perbaikan. Korupsi di Indonesia kian menggurita melalui berbagai praktik culas para pejabat pemerintah. Relasi elit bisnis-politik telah menjarah sumberdaya publik melalui berbagai macam cara, aspek legal dan non-legal.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai harapan satu-satunya telah dikebiri melalui revisi undang-undang, serta pemilihan komisioner yang bermasalah pada 2019. KPK yang tidak lagi independen membuat lembaga ini tidaklah lebih menjadi kepanjangan dari tangan kekuasaan. Saat ini, tidak ada alasan lain selain berharap pada kekuatan rakyat sebagai pemegang penuh kedaulatan dalam prinsip negara demokrasi.
Malang Corruption Watch (MCW) sebagai organisasi masyarakat sipil secara konsisten mengawal jalannya pemerintahan di ranah lokal.
Berbagai macam upaya monitoring, pendidikan publik, dan kampanye antikorupsi secara rutin telah dilakukan. Kondisi sosial yang begitu dinamis mengharuskan adanya berbagai macam penyesuaian atas kerja-kerja selama ini. Aspek lokalitas ini sekaligus menjadi tantangan tersendiri dalam menjalankan agenda rutin ditengah-tengah corak pemerintahan yang terdesentralisasi.
Upaya pemberantasan korupsi perlu melibatkan berbagai macam komponen masyarakat melalui pembentukan kelompok-kelompok penekan yang secara aktif mengawal jalannya kebijakan publik.
Evaluasi kerja-kerja MCW selama 3 tahun kebelakang (2020-2022) telah dilaksanakan pada tanggal 24-26 Januari kemarin, melibatkan jaringan warga dan akademisi. Dimana fokus evaluasi mencakup beberapa poin diantaranya terkait internal kelembagaan, advokasi, pendidikan publik, dan riset, Selasa (31/1/2023).
Evaluasi tersebut telah menghasilkan beberapa catatan penting untuk upaya perbaikan kedepan. Terutama kebutuhan untuk melibatkan peran partisipasi aktif masyarakat dalam setiap rangkaian kerja-kerja advokasi MCW. Melalui pelibatan masyarakat, munculnya aktor-aktor baru sebagai agen pemberantasan korupsi di wilayah masing-masing akan terbentuk.
Menjadikan masyarakat sebagai subjek aktif berdasar hak yang setara untuk terlibat menyuarakan pendapatnya. Termasuk hak untuk didengarkan pendapatnya, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya, dan hak untuk mendapatkan penjelasan atas pendapat yang diberikan dalam suatu rancangan kebijakan.
Pada rencana strategis tiga tahun kedepan (2023-2025), secara umum program kerja berfokus pada upaya ; “Mewujudkan Pemilu Bersih dan Pelayanan Dasar yang Layak”.
Pertama, bahwa Pemilu (pemilihan umum) merupakan momen penting sebagai ajang pergantian elit kekuasaan, merekalah yang akan menentukan nasib kemana kebijakan-kebijakan strategis diarahkan. Mengawal jalannya pemilu merupakan upaya untuk memastikan prinsip demokrasi dapat terus berlangsung.
Kedua, isu pelayanan publik dasar merupakan isu yang dekat dengan kehidupan masyarakat. Artinya, masyarakat pasti berinteraksi dengan kondisi layanan publik di daerah. Hingga hari ini, akses masyarakat terhadap layanan yang layak seringkali dibatasi karena praktik diskriminasi, ketidakprofesionalan, hingga perilaku korup para penyedia layanan.
Ketiga, serangkaian perencanaan ini merupakan sarana dalam mengikhtiarkan konsolidasi masyarakat yang lebih masif dalam rangka mendorong adanya sistem pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Salam Antikorupsi,
Editor :Puspita